Jakarta, Autos.id – Potensi industri otomotif Indonesia yang besar menjadi daya tarik bagi industri robot atau otomasi global. Apalagi dalam implementasi industri 4.0, industri otomotif membutuhkan proses produksi yang lebih efektif dan efisien, supaya bisa memasarkan produk lebih cepat ke pasar.
Industri robot atau otomasi saat ini diklaim dapat meningkatkan daya saing industri otomotif Indonesia dalam era Otomotif 4.0. Rasio penggunaan robot di industri manufaktur Indonesia masih rendah, hanya 5 robot per 10 ribu karyawan. Sedangkan global 85 robot per 10 ribu karyawan.
Kukuh Kumara, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), mengakui pabrikan otomotif di Indonesia sudah mengadopsi teknologi robot atau otomasi. Beberapa bagian pekerjaan yang sudah menggunakan robot. Antara lain pengelasan (welding), painting, bodi, dan sebagainya.
“Industri otomotif Indonesia makin kompetitif daya saingnya, karena sudah banyak menggunakan teknologi robot. Namun, memang proses adopsinya dilakukan secara bertahap. Karena tetap juga dihitung nilai keekonomiannya saat digunakan dalam satu tahapan produksi kendaraan,” ujar Kukuh dalam diskusi pintar Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot) bertajuk Peningkatan Daya Saing Industri Otomotif Indonesia Menuju Era Otomotif 4.0 di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Kukuh, industri otomotif Indonesia merupakan salah satu industri strategis di Indonesia.
Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2018 mencapai 1,76 persen atau setara Rp 260,9 triliun. “Industri otomotif juga masuk kelompok 10 besar investasi asing langsung di Indonesia pada 2018 senilai 1 miliar US dollar,” ujarnya.
Dari sisi penjualan, sejak 2012 hingga 2018, penjualan mobil di Indonesia berada di level satu jutaan unit. Pada tahun ini, Gaikindo memprediksi penjualannya mencapai 1,1 juta unit.
Sementara, Agus Thajajana, pengamat otomotif, memaparkan beberapa pabrikan otomotif Indonesia memang sudah memanfaatkan teknologi robot, seperti Daihatsu, Toyota, dan Honda (mobil). Beberapa bagian yang sudah dikerjakan robot, antar lain pengecatan bodi mobil, pemasangan sealer kaca, pengelasan komponen bodi, pemasangan bagian mesin, dan sebagainya.
“Bila harus diproduksi lebih dari 500 unit mobil per hari, untuk menjamin kualitas pekerjaan yang sama, hanya bisa dikerjakan oleh robot,” ujar Agus Thajajana yang juga menjadi komisaris di PT Inalum (Persero).
Agus menambahkan, teknologi robot memiliki manfaat bagi pabrikan otomotif di Tanah Air, seperti produktivitas bertambah, efisiensi sumber daya, peningkatann efisien proses produksi, meningkatkan daya saing, time to market produk lebih cepat, dan meningkatkan profit karena lebih banyak mobil yang masuk ke pasar.
“Penggunaan teknologi robot masih cukup minim dalam industri manufaktur. Hal itu terlihat probabilitas dari 10.000 karyawan yang terserap dalam sebuah manufaktur, penggunaan robot hanya 5 unit saja. Nilai ini cukup rendah dibanding dengan negara Cina yang sudah diangka 97 persen dan Korea yang sudah menggunakan 710 unit robot.”
Namun di balik fakta tersebut, beberapa manufaktur otomotif nasional yang sudah mengimplementasikan robot untuk kepentingan industri, salah satunya Astra Daihatsu Motor. “Penggunaan robot dan otomasi di manufaktur kami sudah menjadi keharusan. Hampir 300 unit di area proses produksi. Tentunya guna mendukung produktivitas dan menekan cost produksi serta efisiensi,” tutur Ardhy dari Astra Daihatsu Motor.
Sedangkan Arvianne PR & Digital Manager DFSK yang juga turut hadir dalam acara tersebut menjelaskan, DFSK salah satu brand baru di Indonesia yang telah menerapkan Industri 4.0. “Hampir 80% proses pengerjaan telah menggunakan robotik seperti assembling. Sedangkan peran SDM menjadi sangat penting untuk transfer knowledge melalui pelatihan, demi menjaga kualitas dan tingkat presisi sebuah produk,” tutur Anne sapaan akrabnya.
Salah satu pemain robot global yang sedang mengincar pasar Indonesia adalah Universal Robots. Perusahaan teknologi robot asal Denmark ini mulai menyasar pabrikan kendaraan bermotor roda empat di Indonesia, yang terus berevolusi dalam proses produksinya dengan memanfaatkan teknologi.
Sakari Kuikka, General Manager Universal Robots, mengatakan potensi pasar Indonesia menjanjikan, karena rasio penggunaan robot di industri manufaktur Indonesia secara keseluruhan masih rendah. Rasionya, 5 robot per 10 ribu karyawan. Artinya 5 robot dioperasikan oleh 10 ribu karyawan.
“Sedangkan negara lain rasionya lebih tinggi, seperti Singapura yang memiliki rasio 658 robot per 10 ribu karyawan. Bahkan rata-rata dunia rasio penggunaan robotnya 85 per 10 ribu karyawan,” imbuhnya.
Dalam presentasinya, Sakari mempresentasikan bagaimana UR+ sebuah lengan robot ringan yang disebut sebagai colloborative robot (Cobot) yang cukup mendukung otomatisasi produksi dalam semua produksi, termasuk bisnis kecil dan menengah. Lengan robot ini bisa diprogram ulang oleh developer program untuk membantu produksi dan sifatnya plug and play.
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi autos.id.