Dari sekian banyak jenis transmisi otomatis, CVT merupakan salah satu yang paling populer saat ini. Walau sebenarnya bukan lagi teknologi baru, tapi tak ada salahnya bagi kita untuk mengenali lebih dalam tentang plus minus transmisi CVT.
Jakarta, Autos.id – CVT merupakan singkatan dari continously variable transmission. Transmisi CVT menggunakan sabuk baja yang diameternya bisa diubah lewat puli berbentuk unik, bukan roda gigi. Maka itu, CVT mempunyai kinerja yang lebih halus jika dibandingkan dengan transmisi otomatis model lainnya.
Saat ini, penggunaan transmisi CVT sudah menjamur ke semua jenis mobil dengan berbagai rentang harga. Transmisi CVT kini banyak sekali dipakai oleh bermacam-macam jenis mobil, mulai dari yang sekelas LCGC, hingga mobil menengah ke atas yang harganya di atas Rp 500 juta.
Tentunya bukan tanpa alasan kenapa banyak sekali pabrikan mobil yang kini memilih transmisi CVT untuk mobilnya. Alasan utama dari hal ini tentu karena kemampuan transmisi CVT yang bisa membuat konsumsi bahan bakar jadi lebih hemat. Lebih jauh lagi, pasti masih ada hal lain yang menjadi kelebihan transmisi CVT, yang membuat banyak pabrikan mobil jadi menyukai jenis transmisi ini.
Seperti yang sudah disinggung di awal, transmsi CVT menggunakan sepasang puli (drive pulley dan driven pulley) yang dihubungkan oleh sebuah belt atau sabuk baja. Kedua puli yang terhubung ke sabuk baja ini bisa membesar dan mengecil (bergerak ke kiri atau ke kanan) berdasar perintah komputer sesuai dengan putaran mesin dan laju mobil. Perubahan kedua puli ini membuat diameter sabuk ikut berubah. Diameter inilah yang menjadi rasio gigi pada transmisi CVT.
Diameter sabuk tersebut yang menjadi rasio gigi di transmisi CVT sehingga rasio gigi sangat luas dibandingkan dengan transmisi konvensional yang rasio giginya memiliki tingkatan. Karena rasio giginya luas, maka perpindahan giginya bergerak secara berkelanjutan, sehingga tidak ada jeda dan entakan di setiap perpindahan gigi.
Tidak adanya entakan itulah yang membuat transmisi CVT jadi lebih nyaman untuk dipakai. Selain itu, Rasio gigi yang luas ini juga membuat transmisi CVT bisa menekan konsumsi bahan bakar mobil. Rasio gigi yang luas itu membuat mobil bisa melaju di kecepatan tinggi, namun putaran mesin tetap terjaga rendah sehingga konsumsi BBM jadi lebih irit.
Tapi di lain sisi, perpindahan gigi transmisi CVT yang menggunakan belt ini sekaligus menjadi kekurangannya. Transmisi CVT tidak bisa dipasangkan di mobil dengan torsi yang besar. Alasannya adalah karena belt tidak bisa menahan torsi berlebih yang dihasilkan mesin, makanya CVT lebih banyak disematkan di mobil-mobil dengan tenaga menengah ke bawah.
Bukan cuma itu, teknologi canggih dan komputerisasi yang dipakai membuat usia pakai transmisi cenderung lebih pendek dibanding transmisi berteknologi konvensional yang mengandalkan planetary gear set dan torque converter (kopling fluida).
Parahnya lagi, jika terjadi kerusakan pada transmisi CVT, ketersediaan suku cadang atau komponen pengganti di Indonesia tergolong sulit dicari. Biaya perbaikan atau penggantiannya pun juga tak bisa dibilang murah, karena akan memakan biaya hingga puluhan juta rupiah.
Baca juga: Bahaya yang Mengintai Jika Telat Mengganti Oli Transmisi
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi autos.id.