Last updated on 15 April, 2016
Tokyo, Autos.id – Setelah Toyota Mirai, Honda juga mengumumkan jika Honda Clarity Fuel Cell sudah tersedia di dealer-dealer resmi Honda di Jepang. Masyarakat pun dipersilahkan untuk membeli atau bisa juga menyewa terlebih dulu.
Dengan harga jual 7,66 juta Yen atau kira-kira Rp 875 jutaan, Honda Clarity Fuel Cell diklaim memiliki kemampuan jelajah hingga 750 km dalam sekali pengisian ulang bahan bakar. Ini tentunya jadi pesaing serius Toyota Mirai yang juga mobil produksi massal berbahan bakar hidrogen.
Mempunyai panjang 4.915mm, lebar 1.875mm, tinggi 1.480mm, dan berat 1.890 kg, Honda Clarity Fuel Cell dilengkapi tangki hidrogen dengan kapasitas 141 liter yang terbagi dalam dua bagian. Satu tangki berukuran 24 liter diletakkan di bawah jok penumpang belakang, dan tangki berikutnya berukuran 117 liter ada di atas roda belakang.
Mesin digerakkan oleh motor listrik ditempatkan di bawah jok baris depan. Motor listrik ini diklaim memiliki kekuatan 130 kW pada 4.500 rpm dengan torsi 300 Nm yang tersedia sejak 0-3.500 rpm.
Saat peluncuran Honda Clarity Fuel Cell, Honda juga memperkenalkan Power Exporter 9000, sebuah alat portabel yang memungkinkan mobil diisi ulang menggunakan arus listrik di rumah. Caranya Power Exporter 900 dihubungkan ke arus listrik rumah, kemudian mobil di sambungkan ke alat seharga Rp 130 juta itu untuk mengisi ulang tangki hidrogen.
Jika Jepang sudah bisa memasarkan dua kendaraan hidrogen yakni Toyota Mirai dan sekarang Honda Clarity Fuel Cell, lantas kapan Indonesia akan menyusul? Menanggapi hal ini, Menteri Perindustrian Republik Indonesia Saleh Husin pun angkat bicara.
“Bedakan membuat sebuah mobil prototipe dan mobil penjualan massal. Kalau mobil prototipe, Indonesia sebenarnya bisa-bisa saja, tapi untuk dibuat massal butuh infrastuktur penunjang,” kata Saleh ketika ditemui di Jakarta akhir pekan lalu. Infrastruktur inilah yang kata Saleh lebih dulu diperlukan kesiapannya sebelum produksi massal mobil-mobil ramah lingkungan. Namun pembangunan infrastruktur ini kemudian bersinggungan dengan instansi pemerintah lain di Indonesia.
Ia juga menegaskan jika Indonesia memang tengah menuju untuk memproduksi mobil ramah lingkungan. “Ke depan industri otomotif di dorong memproduksi mobil yang ramah lingkungan. Tapi balik lagi kalau infrastrukturnya belum ada, apa nanti konsumen tidak marah kalau jalan ke suatu daerah tidak ada stasiun pengisian gas atau listrik? Ini yang perlu diperhatikan,” tukas dia.
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi autos.id.